DAERAHLAMPUNG TENGAH

Bagian Umum Setda Lampung Tengah Diduga Lakukan SPPD Fiktif

×

Bagian Umum Setda Lampung Tengah Diduga Lakukan SPPD Fiktif

Sebarkan artikel ini

Lampung Tengah, berita-public.com – Puluhan nama Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penerima lain tercatat menerima transfer dana dari rekening Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah pada Maret 2025. Dana dengan keterangan GU Umum Maret 2025 itu disebut untuk kegiatan perjalanan dinas pelantikan bupati. Namun, sumber media ini menyebut sebagian penerima tidak pernah melakukan kegiatan dinas, bahkan pejabat yang disebut dalam kegiatan itu belum resmi menjabat sebagai bupati pada saat dana dicairkan.

Berdasarkan dokumen elektronik yang diperoleh redaksi, transaksi dengan kode referensi 250320668521 tercatat pada 20 Maret 2025 yang berisi daftar 85 penerima dana dengan total nilai transaksi mencapai Rp335.729.999.

Seluruh transaksi ditandai berstatus sukses/selesai. Proses pencairan dilakukan oleh pengguna sistem bernama Meri, diverifikasi oleh Ali Imron dan disetujui oleh Rusmadi, dengan keterangan kegiatan GU Umum Maret 2025.

Namun catatan waktu pencairan tersebut menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, kegiatan yang diklaim sebagai “pelantikan bupati” berlangsung setelah tanggal tersebut, sementara pejabat yang dimaksud belum resmi menjabat pada saat dana ditransfer.

Dalam daftar payroll tersebut tercantum puluhan rekening dengan nama ASN dan non-ASN, termasuk beberapa nama yang tidak memiliki jabatan struktural aktif di lingkungan Pemkab Lampung Tengah. Nilai transfer bervariasi, mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 28 juta per rekening.

Dari pemeriksaan silang terhadap data kepegawaian, sejumlah ASN yang namanya tercantum dalam daftar tersebut menyatakan tidak pernah menerima surat tugas atau melakukan perjalanan dinas pada tanggal dimaksud.

Indikasi SPPD Fiktif 

Sumber internal di lingkungan Pemkab Lampung Tengah menyebut, pencairan dana GU Maret 2025 dilakukan sebagai “penyesuaian administrasi” menjelang masa transisi kepemimpinan. Namun, dokumen pertanggungjawaban menunjukkan indikasi penggunaan SPPD fiktif, dengan beberapa nama penerima yang tidak pernah melakukan perjalanan dinas sesuai tanggal laporan.

Indikasi lainnya, sebagian dana ditransfer ke rekening pribadi yang tidak memiliki kaitan langsung dengan kegiatan pelantikan, serta munculnya nominal yang tidak proporsional untuk kegiatan perjalanan dinas tingkat kabupaten.

“Polanya mirip dengan kasus SPPD fiktif sebelumnya: dana GU dicairkan dengan alasan kegiatan umum, padahal tidak ada bukti perjalanan dinas,” ujar sumber dari kalangan auditor internal yang mengetahui mekanisme pencairan GU tersebut.

Mengacu pada Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, penggunaan dana GU (Ganti Uang) harus berdasarkan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang sah serta surat tugas resmi. Jika kegiatan belum atau tidak dilaksanakan, pencairan dana GU dianggap tidak memiliki dasar hukum.

Selain itu, regulasi juga mengatur bahwa pejabat pengelola keuangan daerah dilarang memproses pembayaran atas kegiatan yang belum ada keputusan pelaksanaannya. Dengan demikian, pencairan GU untuk kegiatan “pelantikan bupati” sebelum pejabat tersebut dilantik berpotensi melanggar ketentuan administrasi keuangan negara.

Saat dikonfirmasi terkait pencairan dana GU Maret 2025 dan daftar penerima yang mencurigakan, pihak BPKAD Lampung Tengah belum memberikan jawaban resmi.
Sementara Bagian Umum Setda yang tercantum sebagai satuan kerja pada laporan transaksi juga belum dapat dimintai klarifikasi.

Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya menghubungi pihak Inspektorat Daerah Lampung Tengah dan BPKP Perwakilan Lampung untuk memastikan apakah transaksi tersebut sudah diaudit.
Serta belum ada klarifikasi resmi dari Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Meski media berita-public sudah meminta klarifikasi kepada Hajirin, Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

Praktik pencairan dana GU tanpa kegiatan nyata atau melalui nama penerima fiktif dapat dikategorikan sebagai penyimpangan keuangan daerah. Jika terbukti, hal ini bisa masuk dalam ranah pidana korupsi sesuai Pasal 2 dan 3 UU Tipikor karena menyebabkan kerugian keuangan negara.

“Jika pencairan dilakukan tanpa dasar kegiatan atau menggunakan SPPD fiktif, maka itu termasuk penyimpangan administrasi keuangan yang bisa ditingkatkan menjadi tindak pidana,” ujar seorang praktisi hukum keuangan publik.

Dugaan SPPD fiktif dalam dana GU Umum Maret 2025 ini membuka kembali praktik lama yang kerap muncul menjelang masa transisi pemerintahan daerah. Meski seluruh transaksi tercatat “sukses dan selesai” di sistem perbankan, publik kini menunggu langkah audit resmi untuk memastikan apakah dana ratusan juta rupiah itu benar digunakan sesuai peruntukannya, atau sekadar menjadi laporan fiktif untuk menutup pembukuan bulan Maret. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini