LAMPUNG

Penertiban Tahap Kedua Lahan Milik Pemprov, Masyarakat Penghuni Resah

×

Penertiban Tahap Kedua Lahan Milik Pemprov, Masyarakat Penghuni Resah

Sebarkan artikel ini

Bandar Lampung, berita-public.com – Penertiban tahap kedua atas lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung di kawasan Sukarame Baru, Bandar Lampung, disebut akan dilakukan pada 20 Oktober mendatang. Informasi itu beredar setelah surat pemberitahuan pertama hingga ketiga dilayangkan sejak 1 sampai 10 Oktober 2025.

Kabar eksekusi yang semakin dekat membuat warga penghuni lahan resah. Mereka mengaku bingung memikirkan tempat tinggal dan kelangsungan hidup pascapenertiban, meski telah menerima kompensasi sebesar Rp2,5 juta. Dana itu dinilai jauh dari cukup untuk bertahan hidup.

Tira, salah satu warga yang masih enggan meninggalkan rumahnya, mengatakan kegelisahan warga makin mendalam setelah mengetahui surat pemberitahuan sudah masuk tiga kali dan rencana penertiban akan segera dilakukan.

“Surat masuk (pemberitahuan) sudah ketiga. Keempat katanya terakhir langsung ditertibkan. Kami tau informasi itu pas kami ambil duit (kompensasi) di posko kemaren,” kata Tira, Rabu malam (15/10/2025).

Menurutnya, tenggat pengosongan terlalu terburu-buru. Ia menyebut masih ada proses hukum yang belum tuntas, meski tidak merinci sidang yang dimaksud.

“Sidangnya belum aja belum selesai, kok kami disuruh buru-buru ngosongin rumah. Mereka jawab katanya hari ini (Rabu, 15/10/2025) dirapatkan. Kan aneh,” ucapnya merasa janggal.

Ketakutan warga semakin besar karena pengalaman penertiban sebelumnya di Kelurahan Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, pada 12 Februari lalu. Banyak yang akhirnya membongkar rumahnya sedikit demi sedikit karena trauma.

“Orang-orang sini pada ketakutan. Rumah-rumah udah pada dicopotin, itu asbes (atap rumah, red) saya juga udah saya copotin. Karena trauma kayak yang kejadian pas di belakang itu (Sabau Balau),” ungkapnya.

Tira bersikukuh bertahan karena merasa memiliki dasar menempati lahan tersebut. Ia menyebut tanah itu dulunya merupakan milik pensiunan PTP X (kini PTPN 7) yang diserahkan kepada para penggarap.

“Kami tidak bersalah bang dan kami ini tinggal di Palak Burung, tanah ini milik pensiunan PTP, untuk diserahkan kepada penggarap-penggarapnya pada waktu itu,” katanya.

Ia juga menilai proses pemberitahuan terasa mendesak karena tenggat surat dinilai terlalu rapat.

“Trauma seperti kayak yang di belakang itu karena kita cuma dikasih waktu satu bulan. Biasa tiga bulan sekali surat peringatan ini kok seminggu di kasih lagi, pokonya dalam tiga minggu ini sudah tiga suratnya,” ujarnya.

Meski uang kompensasi sudah diterima, dia mengaku tetap kesulitan untuk bertahan hidup.

“Mana cukup bang. Untuk ngontrak aja paling cukup tiga bulan. Belum biaya makan, dan lain-lain. Makanya kami masih bingunh bang untuk ke depannya gimana,” keluhnya.

Bagi Tira, rumah yang ia tempati adalah satu-satunya tempat tinggal keluarga. Ia pun menolak mengalami penggusuran kedua setelah pengalaman di Tanjung Bintang. Ia sudah mulai membongkar sebagian bangunan, seperti atap rumahnya, namun merasa belum siap untuk merobohkan seluruhnya.

Ia bersama beberapa warga lain masih berupaya mencari jalan hukum sebelum batas waktu tiba. Dia mengaku memiliki dokumen yang menurutnya dapat menjadi dasar perjuangan mereka.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Lampung menyebut situasi di lapangan sejauh ini masih kondusif. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lampung, Nurul, menyampaikan sebagian besar warga sudah membongkar bangunannya masing-masing.

“Dari 30 objek bangunan, sebagian besar sudah menertibkan bangunannya sendiri. Mereka sudah menerima dan secara sukarela membongkar bangunannya,” kata Nurul.

Namun ia mengakui masih ada sebagian kecil warga yang bertahan.

Meski memahami keberatan warga, Nurul menegaskan penertiban tetap akan dilaksanakan. Pemprov, kata dia, mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis.

“Bagaimana pun penertiban ini untuk memberikan kepastian, jangan sampai tanah yang memang punya aset Pemprov malah diduduki tidak seharusnya,” tegasnya.

Ia menambahkan, lahan tersebut rencananya akan dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan agropark setelah proses penertiban selesai.

“Rencananya kita gunakan untuk perluasan agropark,” ujar Nurul. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini