LAMPUNG BARAT

Polemik Pengadaan Pin Emas 525 Juta, Satu Anggaran Dua Pernyataan, Skrip Gagal Sekretariat DPRD Lampung Barat

×

Polemik Pengadaan Pin Emas 525 Juta, Satu Anggaran Dua Pernyataan, Skrip Gagal Sekretariat DPRD Lampung Barat

Sebarkan artikel ini

Lampung Barat, berita-public.com — Di negeri yang semestinya menjunjung prestasi dan kerja nyata, kebanggaan kini bisa dibeli dalam bentuk logam kecil berbentuk pin. Tak perlu program hebat, tak harus kinerja cemerlang. Cukup sebatang emas 10 gram di dada, harga diri seolah utuh kembali.

Begitulah yang terjadi di Lampung Barat. Tahun 2024, Sekretariat DPRD mengalokasikan anggaran sebesar Rp525 juta untuk Belanja Pakaian Dinas dan Atribut. Di antara pakaian dan aksesori itu, terselip satu benda mungil yang luar biasa mahal pin emas 24 karat seharga Rp15 juta per buah.

Bagi sebagian orang, harga itu tentu mencengangkan. Tapi bagi para penghuni kursi empuk legislatif, bisa jadi itu hanya semacam lambang keanggotaan klub eksklusif klub yang anggarannya tak pernah habis, bahkan untuk membeli gengsi.

Yang membuat publik garuk kepala bukan hanya soal harganya. Tapi skrip drama yang tak tersinkron, soal dua versi cerita dari dalam satu rumah.

Kasubag Humas DPRD, Yadi, mengatakan dengan yakin bahwa tidak ada pengadaan pin di tahun 2024.

Sekretaris DPRD sendiri, Pirwan, dalam pernyataan tertulis di media terpercaya dengan tegas menyebut, “Anggaran Rp525 juta itu untuk pengadaan pin bagi anggota DPRD periode 2024–2029. Pin emas 24 karat seberat 10 gram termasuk pajak.” Pirwan, 16 April 2024.

Dua mulut bicara, Dua suara berbeda, Publik pun dibuat bertanya yang bohong siapa, yang bingung siapa, dan yang bermain di balik layar itu siapa?

Menariknya, ini bukan pertama kali pin emas muncul di belanja daerah. Pada tahun 2019, pengadaan serupa juga dilakukan oleh Sekretariat DPRD. Artinya, pin emas ini bukan barang baru hanya saja, pertanyaannya ke mana pin lama itu sekarang?

Hendro priyono aktivis anti korupsi mengatakan, jika memang mengikuti aturan, pin itu adalah aset negara. Maka seharusnya dikembalikan usai masa jabatan. Tapi kalau hilang, dicuri, atau sengaja dibawa pulang maka kita tak sedang bicara kelalaian, tapi kemungkinan penggelapan barang milik negara.

Lebih lanjut hendro menilai, bahwa pengadaan ini mengandung banyak kejanggalan. Ia menyebut potensi mark-up harga, permainan dengan rekanan, dan pengulangan kegiatan yang patut diduga sebagai modus bagi-bagi jatah terselubung.

“Ini jelas melanggar semangat efisiensi dan kepatuhan anggaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Di atas kertas boleh rapi, tapi substansinya sangat mencurigakan,” ujar Hendro.

Ironi ini kian terasa ketika kita menengok kondisi di luar gedung DPRD jalan berlubang, sekolah rusak, puskesmas kekurangan fasilitas. Sementara ratusan juta justru digelontorkan untuk simbol yang tak memberi makan rakyat.

Dulu, lambang kehormatan itu ada di kerja keras dan integritas. Kini, kehormatan seolah bisa dipoles dengan emas disematkan di dada, namun mengikis rasa malu. (Redaksi/ Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini