Lampung, berita-public.com — Proyek rehabilitasi dan pembangunan Laboratorium Pendidikan Karakter atau Masjid Al-Wasi’i Universitas Lampung (Unila) senilai total sekitar Rp75 miliar diduga dikerjakan asal-asalan dan berpotensi sarat praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Berdasarkan data yang dihimpun berita-public.com, anggaran untuk proyek tersebut dikucurkan secara bertahap oleh Kementerian Pendidikan Tinggi dengan rincian:
1. Rehabilitasi Gedung Laboratorium Pendidikan Karakter (Al-Wasi’i) Unila Tahun 2021 — Rp15.000.000.000;
2. Pembangunan Gedung Laboratorium Pendidikan Karakter (Masjid Al-Wasi’i) Tahun 2022 — Rp19.072.118.000;
3. Rehabilitasi Gedung Laboratorium Pendidikan Karakter (Al-Wasi’i) Tahun 2023 — Rp13.925.627.000;
4. Lanjutan Rehabilitasi Gedung Laboratorium Pendidikan Karakter (Al-Wasi’i) Tahun 2024 — Rp27.282.821.000.
Namun hasil investigasi lapangan tim media mendapati kondisi proyek justru memprihatinkan. Area sekitar bangunan tampak tidak terawat, ditumbuhi rumput liar, sebagian plafon jebol, cat dinding mengelupas, bahkan sebagian bangunan ditutup seng dan tidak difungsikan. Proyek yang seharusnya selesai dan bermanfaat bagi civitas akademika justru terkesan mangkrak. (Rabu, 01/10/25).
Sejumlah narasumber menyebut buruknya kualitas pekerjaan diduga akibat praktik “setoran” atau fee proyek yang mencapai 15–20 persen dari nilai kontrak, yang konon diwajibkan kepada rekanan oleh pihak universitas. Akibatnya, anggaran pelaksanaan proyek terpangkas sebelum pekerjaan dimulai, dan kontraktor terpaksa mengurangi kualitas untuk tetap meraup keuntungan.
“Setoran seperti itu tidak ada dalam aturan juklak dan juknis. Begitu anggaran dipotong di depan, otomatis kualitas korban,” ujar salah satu sumber.
Dugaan penyimpangan ini memicu kritik dari kalangan pemerhati pendidikan yang menilai Unila tidak cermat dalam perencanaan dan terkesan menghambur-hamburkan anggaran negara.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Universitas Lampung belum memberikan klarifikasi meski sudah diminta keterangan. Diamnya pihak unila hanya mempertebal kecurigaan publik bahwa ada hal yang disembunyikan.
Kasus ini kembali menegaskan bahwa besarnya kucuran dana tidak menjamin perbaikan kualitas, selama transparansi dan akuntabilitas masih menjadi barang langka di Universitas Lampung. (Redaksi)