Lampung, berita-public.com – Ratusan buruh di Lampung mengadakan aksi demonstrasi dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, yang berlangsung di kawasan Tugu Adipura, Bandar Lampung, Kamis (01/05/2025).
Aksi ini merupakan bagian dari gerakan gabungan berbagai organisasi buruh yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL), terdiri dari buruh pabrik, buruh tani, tenaga kerja di lingkungan kampus, masyarakat miskin perkotaan, pemuda-mahasiswa serta organisasi perempuan.
Selama aksi berlangsung, para buruh mengenakan pakaian serba merah dan membawa berbagai atribut seperti bendera, banner, spanduk, dan poster yang memuat sejumlah tuntutan.
Setibanya di lokasi aksi, massa membentuk barisan dan melakukan orasi secara bergiliran.
“Hari ini kami yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Rakyat Lampung, kembali turun kejalan dalam peringatan hari buruh sedunia. Pemerintah harus berpihak kepada kepentingan kaum buruh. Kaum buruh harus bersatu membangun solidaritas antar sesama rakyat,”kata Basir selaku koordinator lapangan.
Beberapa tuntutan yang disuarakan di antaranya adalah penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing, penolakan terhadap politik upah murah, pengesahan RUU Perampasan Aset, penolakan atas disahkannya RUU TNI, penghentian diskriminasi terhadap buruh perempuan, serta penyelesaian konflik agraria di wilayah Lampung.
“Kami menolak politik upah murah yang selama ini menindas buruh! Kita menolak sistem pengupahan yang tidak manusiawi, yang hanya menguntungkan pengusaha dan meninggalkan buruh dalam kemiskinan,”kata dia.
Selain soal upah yang disuarakan oleh kaum buruh di pabrik-pabrik, mereka juga menuntut persoalan disahkannya RUU TNI pada 20 Maret lalu.
Adit salah satu perwakilan Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) menilai disahkannya RUU TNI sebagai bentuk kembalinya “dwi fungsi” TNI—militer yang berperan di bidang pertahanan sekaligus menguasai peran sosial-politik, seperti era Orde Baru.
“Dalam negara demokratis, militer berada di bawah kontrol sipil. RUU TNI justru memberikan kekuasaan lebih besar kepada militer di luar fungsi pertahanan, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil,” tegas Adit.
Ia juga menyinggung persoalan banjir yang terjadi di Bandar Lampung akibat sistem tata kelola kota yang tidak mengedepankan kelestarian dan ekologi alam sehingga pembangunan dengan asas developmentelisme justru menjadi penyebab banjir ketika curah hujan turun cukup tinggi.
“Sepanjang tahun 2025, banjir di Bandar Lampung telah menyebabkan belasan ribu rumah terdampak hingga 8 nyawa hilang. Hal ini merupakan fenomena kelam yang harus menjadi perhatian serius pemerintah kota. Reformasi tata kelola kota atas pembangunan harus mengedepankan kepentingan rakyat,” ungkapnya.
Selain melakukan orasi politik, aksi juga diwarnai dengan nyanyian lagu perjuangan dan jargon-jargon penyemangat.
Tidak terpisah dari bagian massa aksi, terdapat sejumlah warga ex Sabah Balau korban penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung ikut membersamai aksi.
Jamal salah satu warga menuturkan bahwa kehadiran mereka dalam aksi hari buruh ini adalah bentuk solidaritas sesama rakyat Indonesia yang merasakan penindasan. (*)