Lampung, berita-public.com – Aliansi Anti Narkoba Lampung yang beranggotakan 32 LSM dan ormas menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung, Jalan Ikan Bawal, Telukbetung Selatan, Selasa (16/9/2025).
Massa yang dikomandoi Destra Yudha tiba sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka menuntut BNNP Lampung menahan kembali sejumlah pengurus HIPMI Lampung yang sebelumnya hanya dijatuhi rehabilitasi rawat jalan setelah penggerebekan di room Karaoke Astronom Hotel Grand Mercure, 28 Agustus 2025 lalu.
Dalam penggerebekan itu, BNNP Lampung mengamankan 11 orang, termasuk lima pengurus HIPMI Lampung. Petugas juga menemukan tujuh butir ekstasi. Dari hasil tes urine, 10 orang dinyatakan positif narkoba. Namun, berdasarkan asesmen dan mengacu Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.07/2009, sebagian pelaku diputuskan menjalani rehabilitasi, bukan ditahan.
Keputusan itu memicu protes keras. Aliansi menilai kebijakan rehabilitasi tidak adil dan berpotensi membuka ruang permainan alias masuk angin. Mereka menuntut tiga hal utama:
Pertama, membatalkan rehabilitasi dan menahan kembali semua pelaku hingga ada putusan pengadilan.
Kedua, menangkap pemasok ekstasi yang masih buron.
Ketiga, memeriksa oknum BNNP Lampung yang dituding menerima imbalan untuk meloloskan rehabilitasi.
Salah satu orator aksi, Putri Maya Rumanti, menilai keputusan BNN sangat janggal.
“Dalam waktu singkat kenapa bapak mengatakan semua adalah pengguna? Tidak ada proses THT (tes kesehatan tambahan), bahkan pemeriksaan dilakukan pada hari libur, Pak,” tegas Putri.
Ia juga menantang BNN untuk berdebat soal status pelaku yang disebut hanya pemakai, termasuk pernyataan semua pemakai harus direhabilitasi.
“Kalau semua pemakai harus direhabilitasi, berarti semua orang bisa memakai narkoba, Pak. Tapi kenyataannya, pemakai yang tidak punya uang tetap dipenjara dan dihukum pidana,” ujarnya.
Putri menambahkan, kebijakan BNN berpotensi memperburuk situasi narkoba di Indonesia.
“BNN menyatakan semua pemakai itu harus direhabilitasi. Kami tidak sepakat. Kapan persoalan narkoba ini bisa tuntas kalau seperti itu, Pak?” katanya lagi.
Awalnya massa hanya berorasi di luar pagar kantor BNNP. Namun, karena tidak mendapat jawaban jelas dari tiga perwakilan BNN yang menemui mereka, massa akhirnya masuk ke halaman kantor.
BNNP Lampung melalui perwakilannya menegaskan bahwa seluruh proses asesmen dan rehabilitasi sudah sesuai prosedur. Mereka berjanji akan menyampaikan aspirasi massa ke pimpinan.
“Aspirasi ibu bapak sekalian kami terima dan kami akan melaporkan lebih lanjut,” kata Kabag Umum BNN Lampung, Maximillian Sahese didampingi Kombes Pol Ikhlas dan Penyidik Kombes Yoce Marthen.
Saat didesak massa untuk menyampaikan pernyataan tertulis, Kabag Humas menolak.
“Kami akan laporkan ke pimpinan. Kami tidak bisa mengambil keputusan seperti itu,” ucapnya.
Jawaban itu membuat massa semakin kecewa karena dianggap tidak memberi kepastian.
Saat berdialog dengan perwakilan BNN, Gunawan Pharikesit, perwakilan massa, menilai BNN keliru menjadikan SEMA sebagai dasar hukum.
“SEMA itu bukan undang-undang, hanya surat edaran. Jadi jangan dijadikan acuan baku, apalagi dipakai separuh-separuh. Saya lebih setuju jika BNN kemarin mengacu pada Pedoman Kejaksaan Nomor 18 Tahun 2021 yang ditandatangani Jaksa Agung ST Burhanuddin. Pedoman itu jelas mengatur enam poin tentang rehabilitasi. Kalau itu yang dipakai, kami tidak akan ada di sini,” tegas pengacara yang kerap aktif mengawal dan menyuarakan isu sosial itu.
Situasi sempat memanas ketika perwakilan BNN berpamitan masuk gedung. Massa menuntut kehadiran dr. Novan Harun dari Bidang Rehabilitasi untuk memberi penjelasan, namun tidak dipenuhi. Polisi pun terlihat siaga di pintu gerbang untuk mengantisipasi eskalasi.
Aksi ini merupakan lanjutan dari protes sebelumnya. Aliansi menegaskan akan terus menekan BNNP Lampung hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Meski tanpa jawaban pasti, massa akhirnya membubarkan diri. Mereka berencana membawa persoalan ini ke Mapolda Lampung bahkan hingga ke BNN pusat.











