DAERAHLAMPUNG

Proyek Jalan dan Sumur Bor Dinas PKPCK Lampung 2024: Dugaan Mark-Up, Spesifikasi Fiktif, dan Pembiaran Kerugian Negara?

×

Proyek Jalan dan Sumur Bor Dinas PKPCK Lampung 2024: Dugaan Mark-Up, Spesifikasi Fiktif, dan Pembiaran Kerugian Negara?

Sebarkan artikel ini

Lampung, berita-public.com – Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya (PKPCK) Provinsi Lampung mengelola 26 paket proyek fisik senilai Rp6,79 miliar pada 2024.

Proyek tersebut mencakup pembangunan jalan lingkungan dan sumur bor, dibiayai melalui pos belanja persediaan barang untuk diserahkan ke masyarakat.

Namun hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap pelanggaran serius. Mulai dari kekurangan volume, spesifikasi teknis fiktif, hingga pembiaran denda keterlambatan.

Audit fisik uji petik atas seluruh paket menemukan kekurangan volume senilai Rp708,16 juta. Terdiri dari Rp637,19 juta pada 21 paket jalan dan Rp70,96 juta pada empat paket sumur bor.

Selain itu, terdapat ketidaksesuaian spesifikasi teknis senilai Rp355,93 juta. Nilai pekerjaan terlambat tanpa dikenakan denda juga mencapai sedikitnya Rp16,44 juta.

Pekerjaan jalan bermasalah mencakup lataston HRS AC-WC, lapen, onderlagh, hingga pemasangan paving block. Ketebalan dan mutu campuran tidak sesuai kontrak.

Sementara pada proyek sumur bor, kekurangan ditemukan pada proses pengeboran, reaming, pencucian, hingga pengujian. Bukti ketidaksesuaian didukung kontrak, gambar as-built, dan dokumentasi lapangan.

Akibatnya, negara diduga telah membayar kelebihan senilai Rp477,78 juta kepada 14 rekanan. Rinciannya, Rp354 juta karena kekurangan volume dan Rp123,78 juta akibat spesifikasi yang tidak sesuai.

Potensi kelebihan pembayaran lainnya yang belum diverifikasi mencapai Rp586,30 juta. Nilai ini melibatkan tujuh penyedia jasa.

BPK juga mencatat potensi kehilangan pendapatan daerah dari denda keterlambatan sebesar Rp14,71 juta. Program yang seharusnya mendukung pemenuhan PSU justru melahirkan pekerjaan berkualitas rendah.

Kepala Dinas PKPCK mengaku sependapat dengan temuan BPK dan akan menindaklanjuti rekomendasi. Namun hingga laporan ini ditulis, belum ada kejelasan soal sanksi atau pengembalian kerugian negara.

Langkah seperti pemutusan kontrak, pemanggilan penyedia, atau pelaporan pidana juga belum diumumkan secara resmi.

Upaya konfirmasi ke Kepala Dinas PKPCK tak membuahkan hasil. Ia belum merespons pesan wartawan.

Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas PKPCK memilih bungkam.

Dari kajian hukum, dugaan pelanggaran dapat dikenakan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor jika terbukti memperkaya diri sendiri atau pihak lain secara melawan hukum.

Pemalsuan dokumen kontrak dan laporan pekerjaan dapat dijerat Pasal 263 KUHP. Jika ada persekongkolan antara penyedia, PPK, dan pengawas, maka masuk ranah Pasal 22 UU Tipikor dan Perpres 12/2021 tentang PBJ.

Pejabat yang mengetahui namun membiarkan kerugian negara terjadi juga bisa dijerat Pasal 421 KUHP dan Pasal 3 UU Tipikor.

Kejaksaan dan KPK patut memberi perhatian khusus pada kasus ini. Nilai proyek memang tidak besar, tetapi pola korupsinya sistematis.

Dana publik tidak boleh terus digerogoti lewat proyek-proyek kecil yang sepi pengawasan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini