Bandar Lampung, BP – Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) kembali menjadi sorotan publik setelah berita dugaan perselingkuhan melibatkan oknum dokter dan seorang petugas rumah sakit mencuat. Berita terbaru mengungkapkan bahwa dokter yang diduga terlibat, berinisial MFR, adalah seorang spesialis penyakit dalam, bukan spesialis bedah seperti yang diberitakan sebelumnya. Insiden ini melibatkan SL, seorang petugas rumah sakit yang juga istri dari petugas lain yang bekerja di ruangan Operasi Kamar Anestesi (OKA).
Ketika dikonfirmasi, dokter MFR tidak merespons pesan maupun panggilan WhatsApp meskipun perangkatnya dalam keadaan aktif. Sementara itu, pihak rumah sakit hingga kini belum memberikan pernyataan resmi. Direktur RSUD Dr. H. Abdul Moeloek, ketika dimintai tanggapan, hanya mengatakan, “Saya sedang mengumpulkan hasil klarifikasi, sabar ya.”
Kasus ini menimbulkan dugaan bahwa manajemen rumah sakit mencoba melindungi oknum yang terlibat. Pernyataan dari beberapa pihak menyebut bahwa kejadian ini dianggap sebagai masalah pribadi. Namun, sejumlah pihak menilai bahwa tindakan dokter MFR dan SL telah mencoreng nama baik institusi. Terlebih, keduanya diketahui memiliki status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), yang seharusnya menaati kode etik serta peraturan kepegawaian.
Berdasarkan dugaan yang berkembang, tindakan ini melanggar sejumlah aturan, antara lain:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN):
Pasal 3 ayat (6) mengatur bahwa ASN harus menjunjung tinggi integritas, etika, dan moralitas. Dugaan perselingkuhan ini mencederai kewajiban tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil:
Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap PNS dilarang melakukan perbuatan yang merugikan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau institusi tempatnya bekerja.
Pasal 4 mengatur bahwa pelanggaran etika berat dapat dikenai sanksi, mulai dari penurunan pangkat hingga pemberhentian.
Kode Etik Profesi Kedokteran:
Dokter diwajibkan menjaga citra profesi, baik di dalam maupun luar lingkungan kerja. Dugaan perselingkuhan ini bertentangan dengan prinsip moralitas dan profesionalisme yang harus dijunjung tinggi oleh tenaga medis.
Potensi Jerat Hukum
Jika terbukti, kedua pelaku juga dapat dijerat berdasarkan:
Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
Mengatur tentang perzinaan, dengan ancaman pidana penjara hingga sembilan bulan bagi pelaku yang terbukti bersalah.
Pasal 1365 KUHPerdata:
Menyebutkan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain wajib diganti kerugiannya. Dalam hal ini, suami SL dapat mengajukan gugatan perdata atas kerugian moril dan materiil.
Sanksi Kepegawaian ASN dan P3K:
Selain sanksi disiplin, pelanggaran ini dapat berujung pada pemberhentian tidak hormat jika terbukti melibatkan penyalahgunaan jabatan atau mencoreng institusi.
Pihak manajemen rumah sakit dituntut untuk bertindak tegas dan transparan dalam menangani kasus ini. Pernyataan yang menyebutkan bahwa masalah ini bersifat pribadi menuai kritik dari publik. Sebagai institusi pelayanan publik, RSUD Dr. H. Abdul Moeloek memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Pengamat etika kesehatan, Dr. Nurdin Sulaiman, menegaskan, “Jika kasus ini dibiarkan tanpa langkah tegas, kepercayaan masyarakat terhadap institusi medis dapat tergerus. Ini bukan sekadar masalah pribadi, tetapi menyangkut integritas institusi.”
Masyarakat berharap agar pihak rumah sakit memberikan sanksi tegas dan memastikan kasus ini ditangani dengan adil. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan internal di lingkungan kerja, khususnya di sektor pelayanan kesehatan yang mengedepankan profesionalisme dan integritas.
Hingga berita ini diterbitkan, hasil pemeriksaan internal belum diumumkan secara resmi. Perkembangan kasus ini akan terus kami pantau untuk memastikan keadilan ditegakkan dan nama baik institusi dapat dipulihkan. (TIM/ REDAKSI)