NASIONAL

PB PMII Gelar Seminar Edukasi Pencegahan Terhadap Kejahatan TPPO Bagi Generasi Z

Jakarta, berita-public.com – Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Bidang Ketenagakerjaan kembali menggelar LabourHub Vol. 2 dengan mengangkat tema “Ancaman TPPO Modus Scammer bagi Gen-Z Indonesia”. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (3/6) di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta dan disiarkan secara langsung melalui kanal PMII Official Channel.

Acara ini dihadiri oleh unsur sivitas akademika UNUSIA, aktivis mahasiswa, praktisi ketenagakerjaan, serta organisasi masyarakat sipil yang peduli pada isu migrasi dan perdagangan orang. Hadir pula narasumber dari berbagai institusi strategis, di antaranya Dr. Ahsanul Minan (Staf Khusus Kepala BP2MI dan Dosen UNUSIA), Nurharsono (Koordinator Bantuan Hukum Migrant CARE), Setya Indra Arifi (Dosen UNUSIA), Muhammad Yasser (Asisten IOM Indonesia), Ahmad Faisol (APJATI – Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia), dan Nurul Dewi Saraswati (Direktorat PWNI dan BHI, Kementerian Luar Negeri Rl). Kegiatan ini juga dihadiri oleh mantan korban TPPO bernama Panji Apriana.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan PB PMII, M. Razią Ilham, menjelaskan bahwa Labour Hub merupakan inisiatif strategis PB PMII dalam menjawab persoalan ketenagakerjaan berbasis riset dan advokasi.

“TPPO adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Banyak anak muda berpendidikan tinggi menjadi korban karena lemahnya literasi digital dan tekanan ekonomi,” ujarnya dalam sambutan pembuka.

Sementara itu, Rektor UNUSIA Jakarta, Dr. Syahrizal, yang secara resmi membuka forum, mengapresiasi langkah PB PMII dalam mengangkat tema yang sangat relevan dengan situasi global.

“TPPO bukan sekadar isu hukum, melainkan juga persoalan moral dan sosial yang menyentuh martabat manusia. Kampus harus menjadi pusat advokasi dan riset untuk mendorong migrasi aman,” tegasnya.

Setelah pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan testimoni Panji Apriana, penyintas TPPO yang pernah diperbudak dalam jaringan penipuan daring lintas negara. la mengisahkan awal mula dijebak oleh tawaran kerja ke Thailand, namun malah dijemput tentara di perbatasan Myanmar dan dipaksa bekerja sebagai penipu online dengan membuat akun palsu di berbagai platform untuk menjalankan skema crypto bodong. Saat menolak, ia disiksa dan ditahan, hingga akhirnya berhasil dievakuasi oleh pemerintah berkat bantuan SBMI, meski prosesnya memakan waktu cukup lama.

“Di Indonesia masih banyak pekerjaan yang layak. Jangan mudah tergiur tawaran kerja luar negeri yang tidak jelas. Lebih baik bekerja keras di negeri sendiri daripada disiksa di negeri orang.” Pungkasnya.

Dr. Ahsanul Minan, yang hadir sebagai narasumber kegiatan ini menyampaikan bahwa 40 persen korban TPPO merupakan pemuda usia 15-24 tahun.

“Mereka direkrut melalui media sosial dan dipekerjakan secara paksa di luar negeri, terutama di sektor penipuan daring di Asia Tenggara,” jelasnya.

Dari sisi pendampingan korban, Nurharsono menjelaskan bahwa TPPO semakin terstruktur dan menyasar generasi muda dengan pendekatan digital.

“Pemerintah cenderung melihat migrasi sebagai solusi pengangguran, padahal banyak anak muda malah dieksploitasi. Kita perlu hentikan paradigma migrasi sebagai bisnis,” paparnya,

Melengkapi kajian hukum, Setya Indra Arifi mengkritisi lemahnya regulasi yang berlaku “UU TPPO kita belum menyentuh jaringan korporasi dan pelaku transnasional. Banyak kasus hanya menjerat individu dan mengabaikan restitusi bagi korban,” katanya. la menyerukan perlunya reformasi hukum pidana yang komprehensif.

Dari perspektif organisasi internasional, Muhammad Yasser menegaskan pentingnya pendekatan berbasis korban. “Pengakuan korban harus disertai proses hukum terhadap pelaku. Tapi sayangnya, informasi sering kali baru muncul dari pihak ketiga seperti kerabat,” jelasnya. la memaparkan strategi 4P milik IOM: prevention, protection, prosecution, dan partnership.

Dalam konteks migrasi legal, Ahmad Faisol dari APJATI menyatakan bahwa pekerja migran Indonesia yang diberangkatkan secara resmi tidak termasuk dalam kategori TPPO. “Kalau ingin sukses di luar negeri: upgrade bahasa Inggris dan temukan coach bakat Anda. Kami juga membuka konsultasi gratis bagi calon PMI,” terangnya.

Kemudian Nurul Dewi Saraswati dari Kementerian Luar Negeri Rl melengkapi diskusi dengan mengungkapkan bahwa kasus TPPO terhadap WNI terus meningkat dan saat ini telah mencapai lebih dari 60.000 kasus. “Negara-negara seperti Kamboja dan Myanmar menjadi wilayah paling rawan. Kami menerapkan pendekatan diplomasi perlindungan dengan prinsip 4P untuk memastikan keselamatan WNI,” jelasnya.

Kegiatan ini menghasilkan berbagai rekomendasi penting, di antaranya penguatan literasi digital bagi generasi muda, edukasi migrasi aman hingga tingkat desa, reformasi regulasi yang menyasar pelaku korporasi, serta penguatan sinergi antar-kementerian dan masyarakat sipil dalam mencegah perdagangan orang. (*)

Exit mobile version